Jumat, 27 November 2009

Sejumlah UU Diskriminatif Dimintakan "Judicial Review"

di buat pada Senin, 13 Desember 1999 
Sejumlah UU Diskriminatif Dimintakan "Judicial Review"
Jakarta, Kompas

Pengurus Pusat Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia mengajukan
permohonan judicial review terhadap empat belas peraturan
perundang-undangan sejak zaman kolonial Belanda dan pemerintahan Orde
Baru yang dinilai tidak demokratis, diskriminatif, dan tidak sesuai
lagi dengan alam demokratis.

Permohonan judicial review disampaikan langsung dan diterima Direktur
Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Zaenal Agus. Salah seorang kuasa
hukum Pengurus Pusat Paguyuban Sosial Marga Tionghoa, Eddy Sadeli yang
dihubungi Kompas, pekan lalu membenarkan adanya permohonan judicial
review tersebut.

Pengurus Pusat Paguyuban Sosial Marga Tionghoa yang diketuai Brigjen
(Purn) Tedy Yusuf (Ketua Umum) dan Kamil Setiadi (Sekretaris Umum)
memberikan kuasa kepada Eddy Sadeli, Mohammad Daud Herman, Keng Joe
Hok, Abadi Gunawan, Linda Poes Rosidi. Para kuasa hukum itu
menggunakan nama Tim Advokasi dan Hak Asasi Manusia.

Permohonan judicial review terhadap 14 undang-undang itu dilakukan
secara sendiri-sendiri sehingga total permohonan judicial review juga
14 permohonan. Tim Advokasi berpendapat, ke-14 undang-undang
bertentangan dengan Pancasila, UUD 45, UU No 29/1999 tentang
Pengesahan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Diskriminasi
Rasial, UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Tim meminta Mahkamah Agung menyatakan agar ke-14 peraturan itu gugur
demi hukum dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Diskriminasi

Salah satu peraturan yang dimintakan judicial review adalah Staatsblad
1849-25 tahun 1849 tentang Catatan Sipil untuk Golongan Eropa,
Staatsblad 1917-130 tahun 1917 tentang Catatan Sipil untuk Golongan
Timur Tiongho, Staatsblad 1920-751 tahun 1920 tentang Catatan Sipil
untuk Golongan Indonesia Asli beragama Islam, dan Staatsblad 1933-75
tahun 1933 tentan Catatan Sipil untuk Golongan Indonesia Asli beragama
Kristen.

Menurut Tim Advokasi, peraturan itu telah membagi penduduk Indonesia
menjadi tiga golongan, yaitu golongan Eropa, golongan Timur Asing
Tionghoa, golongan Indonesia asli. Setelah Indonesia merdeka, tanggal
17 Agustus 1945, peraturan itu sudah tak relevan lagi.

Kenyataannya, peraturan itu masih berlaku dan dipergunakan oleh kantor
catatan sipil di seluruh Indonesia sampai saat ini dalam pembuatan
akta lahir, akta kawin, akta cerai, dan kematian. Adanya peraturan
tersebut telah melahirkan diskriminasi kependudukan dalam pelayanan
catatan sipil, pembuatan paspor, dokumen resmi dan administrasi
kependudukan. Kondisi demikian sangat tidak kondusif dalam membina
persatuan dan kesatuan bangsa.

Dikatakan, peraturan ekskolonial tersebut cenderung diskriminatif dan
mengandung politik devide et impera dan hanya untuk kepentingan
penjajah. Atas dasar itu, aturan itu perlu diganti dengan UU atau
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Catatan Sipil
yang sesuai dengan alam Indonesia merdeka yang demokratis, harmonis,
dan tidak diskriminatif.

Staatsblad tersebut juga bertentangan dengan UU No 29/ 1999 tentang
Ratifikasi Konvensi PBB tentan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial di
Indonesia. Dalam ketentuan pokok UU No 29/1999 antara lain disebutkan:
Negara wajib melaksanakan kebijakan antidiskriminasi rasial ini baik
dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam praktiknya dengan
melarang dan menghapus segala bentuk diskriminasi rasial dan menjamin
hak setiap orang tanpa membedakan ras, warna kulit, keturunan, asal
usul kebangsaan atau etnis, dan kesederajatan di muka hukum, terutama
kesempatan untuk menggunakan hak-haknya. (bdm)
 

Peraturan yang Dimintakan "Judicial Review"

01. Staatsblad Nomor 1849-25 tentang Catatan Sipil untuk Golongan
Eropa.
02. Staatsblad Nomor 1917-130 tentang Catatan Sipil untuk Golongan
Timur Tionghoa.
03. Staatsblad Nomor 1920-751 tentang Catatan Sipil untuk Golongan
Indonesia Asli beragama Islam.
04. Staatsblad Nomor 1933-75 tentang Catatan Sipil untuk Golongan
Indonesia Asli beragama Kristen.
05. Staatsblad Nomor 1909 No 250 jo 1917 No 497 pasal 6 No 171
tentang Perkumpulan Rahasia Cina.
06. Instruksi Presidium Kabinet RI No 37/U/IN/6/1967 tentang
Kebijaksanaan Pokok Penyelesaian masalah Cina.
07. Surat Edaran Presidium Kabinet RI No SE-36/Pres/Kab/6/1967
tentang Masalah Cina.
08. Instruksi Presiden No 14/1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan
Adat Istiadat Cina.
09. Instruksi Presiden No 15/1967 tentang pembentukan staf khusus
urusan Cina.
10. Instruksi Mendagri No 455.2-360 tentang Penataan Kelenteng.
11. Keputusan Kepala Bakin No 031/1973 tentang Badan Koordinasi
Masalah Cina.
12. SK Menteri Perdagangan dan Koperasi No 286/1978 tentang
pelarangan impor, penjualan dan pengedaran terbitan dalam bahasa
dan aksara Cina.
13. Surat Edaran Bank Indonesia No SE 6/37/UPK/1973 tentang Kredit
Investasi untuk Golongan Pengusaha Kecil.
14. Surat Edaran Menteri Penerangan No 02/SE/Dit tentang Larangan
Penerbitan dan Pencetakan Tulisan/Iklan Beraksara dan Berbahasa
Cina
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar